Sri Jayawarsa Digjaya
Sastraprabhu dengan prasasti berangka tahun 1104, menganggap sebagai titisan
Wisnu seperti halnya Airlangga, adalah raja Kadiri yang muncul pertama di
pentas sejarah.
Selanjutnya Kameswara (1115-1130), bergelar sri maharaja rake sirikan sri Kameswara Sakalabhuwanatustikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, lencana kerajaan berbentuk tengkorak bertaring yang disebut candrakapala, dan adanya mpu Dharmaja yang telah menggubah kitab Smaradahana (berisi pujian yang mengatakan raja adalah titisan dewa Kama, ibukota kerajaan bernama Dahana yang dikagumi keindahannya oleh seluruh dunia, permaisuri yang sangat cantik bernama sri Kirana dari Jenggala). Mereka dalam kesusasteraan Jawa terkenal dalam cerita Panji. Pengganti Kameswara yaitu Jayabhaya (1130-1160), bergelar sri maharaja sri Dharmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parakrama Digjayotunggadewa, lencananya adalah Narasingha, dikekalkan namanya dalam kitab Bharatayuddha (sebuah kakawin yang digubah Mpu Sedah di tahun 1157 dan diselesaikan oleh Mpu Panuluh yang juga terkenal dengan kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya).
Pengganti selanjutnya yaitu Sarwweswara (1160-1170), lalu Aryyeswara (1170- 1180) yang memakai Ganesa sebagai lencana kerajaan, kemudian Gandra yang bergelar sri maharaja sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayottunggadewanama sri Gandra. Dari prasasti dibuktikan bahwa Kadiri mempunyai armada laut.
Tahun 1190-1200 diperintah Srngga, bergelar sri maharaja sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Crnggalancana Digwijayat tunggadewa, dengan lencana kerajaan cangkha (kerang bersayap) di atas bulan sabit.
Raja terakhir yaitu Kertajaya (1200-1222), berlencana Garudamukha, yang riwayat kerajaannya berakhir dan menyerahkan kepada Singosari setelah kalah dalam pertempuran di Ganter melawan ken Arok. Perkembangan kesusasteraan di jaman Kediri sangat bagus, yang selain kitab-kitab tersebut diatas, beberapa hasil lainnya adalah:
kitab Lubdhaka dan Wrtasancaya karangan mpu Tanakung;
kitab Krsnayana karangan mpu Triguna;
kitab Sumanasantaka karangan mpu Monaguna.
Selain itu ada beberapa keterangan yang terdapat dalam berita-berita Tionghoa, seperti di kitab Ling-wai-tai-ta yang disusun Chou K’u-fei di tahun 1178 dan di kitab Chu-fan-chi oleh Chau-Ju-Kua di tahun 1225, misalnya:
Orang-orangnya memakai kain sampai dibawah lutut , rambut diurai;
Rumah-rumah bersih dan rapih, lantai berubin hijau dan kuning;
Pertanian, peternakan, serta perdagangan maju dan kerajaan penuh perhatian;
Tidak ada hukuman badan, yang bersalah di denda emas;
Pencuri dan perampok yang tertangkap dibunuh;
Alat pembayaran adalah mata uang dari emas;
Orang sakit bukan makan obat tapi mohon sembuh para Dewa dan Buddha;
Raja berpakaian sutera, sepatu kulit, memakai emas-emasan, rambut disanggul.
Raja keluar naik gajah atau kereta, diiringi 500-700 prajurit dan rakyat jongkok;
Raja dibantu 4 menteri, gaji dari menerima hasil bumi/lainnya sewaktu-waktu;
Selain agama Buda ada agama Hindu;
Rakyat lekas naik darah dan suka berperang, suka mengadu babi dan ayam;
Dan lain sebagainya.
Selanjutnya Kameswara (1115-1130), bergelar sri maharaja rake sirikan sri Kameswara Sakalabhuwanatustikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, lencana kerajaan berbentuk tengkorak bertaring yang disebut candrakapala, dan adanya mpu Dharmaja yang telah menggubah kitab Smaradahana (berisi pujian yang mengatakan raja adalah titisan dewa Kama, ibukota kerajaan bernama Dahana yang dikagumi keindahannya oleh seluruh dunia, permaisuri yang sangat cantik bernama sri Kirana dari Jenggala). Mereka dalam kesusasteraan Jawa terkenal dalam cerita Panji. Pengganti Kameswara yaitu Jayabhaya (1130-1160), bergelar sri maharaja sri Dharmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parakrama Digjayotunggadewa, lencananya adalah Narasingha, dikekalkan namanya dalam kitab Bharatayuddha (sebuah kakawin yang digubah Mpu Sedah di tahun 1157 dan diselesaikan oleh Mpu Panuluh yang juga terkenal dengan kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya).
Pengganti selanjutnya yaitu Sarwweswara (1160-1170), lalu Aryyeswara (1170- 1180) yang memakai Ganesa sebagai lencana kerajaan, kemudian Gandra yang bergelar sri maharaja sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayottunggadewanama sri Gandra. Dari prasasti dibuktikan bahwa Kadiri mempunyai armada laut.
Tahun 1190-1200 diperintah Srngga, bergelar sri maharaja sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Crnggalancana Digwijayat tunggadewa, dengan lencana kerajaan cangkha (kerang bersayap) di atas bulan sabit.
Raja terakhir yaitu Kertajaya (1200-1222), berlencana Garudamukha, yang riwayat kerajaannya berakhir dan menyerahkan kepada Singosari setelah kalah dalam pertempuran di Ganter melawan ken Arok. Perkembangan kesusasteraan di jaman Kediri sangat bagus, yang selain kitab-kitab tersebut diatas, beberapa hasil lainnya adalah:
kitab Lubdhaka dan Wrtasancaya karangan mpu Tanakung;
kitab Krsnayana karangan mpu Triguna;
kitab Sumanasantaka karangan mpu Monaguna.
Selain itu ada beberapa keterangan yang terdapat dalam berita-berita Tionghoa, seperti di kitab Ling-wai-tai-ta yang disusun Chou K’u-fei di tahun 1178 dan di kitab Chu-fan-chi oleh Chau-Ju-Kua di tahun 1225, misalnya:
Orang-orangnya memakai kain sampai dibawah lutut , rambut diurai;
Rumah-rumah bersih dan rapih, lantai berubin hijau dan kuning;
Pertanian, peternakan, serta perdagangan maju dan kerajaan penuh perhatian;
Tidak ada hukuman badan, yang bersalah di denda emas;
Pencuri dan perampok yang tertangkap dibunuh;
Alat pembayaran adalah mata uang dari emas;
Orang sakit bukan makan obat tapi mohon sembuh para Dewa dan Buddha;
Raja berpakaian sutera, sepatu kulit, memakai emas-emasan, rambut disanggul.
Raja keluar naik gajah atau kereta, diiringi 500-700 prajurit dan rakyat jongkok;
Raja dibantu 4 menteri, gaji dari menerima hasil bumi/lainnya sewaktu-waktu;
Selain agama Buda ada agama Hindu;
Rakyat lekas naik darah dan suka berperang, suka mengadu babi dan ayam;
Dan lain sebagainya.
Posted by 20:43 and have
0
komentar
, Published at
No comments:
Post a Comment