TAQWA ,Amalan yang Paling Banyak Membuat Masuk Surga
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ »
“Rasul saw ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Takwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan kewajiban, meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara sunnah, dan meninggalkan yang makruh. Inilah derajat takwa yang paling tinggi.
Al Hasan Al Bashri berkata,
المتقون اتَّقَوا ما حُرِّم عليهم ، وأدَّوا ما افْتُرِض عليهم
“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menunaikan berbagai kewajiban.”
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
ليس تقوى الله بصيام النهار ، ولا بقيام الليل ، والتخليطِ فيما بَيْنَ ذلك ، ولكن تقوى اللهِ تركُ ما حرَّم الله ، وأداءُ ما افترضَ الله ،فمن رُزِقَ بعد ذلك خيراً ، فهو خيرٌ إلى خير
“Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan shalat malam, atau melakukan kedua-duanya. Namun takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka itu adalah kebaikan pada kebaikan.”
Tholq bin Habib mengatakan,
التقوى أنْ تعملَ بطاعةِ الله ، على نورٍ من الله ، ترجو ثوابَ الله ، وأنْ تتركَ معصيةَ الله على نورٍ من الله تخافُ عقابَ الله
“Takwa berarti engkau menjalankan ketaatan pada Allah atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau mengharap pahala dari-Nya. Termasuk dalam takwa pula adalah menjauhi maksiat atas petunjuk cahaya dari Allah dan engkau takut akan siksa-Nya.”
Ibnu Mas’ud ketika menafsirkan ayat bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benarnya takwa yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 102, beliau berkata,
أنْ يُطاع فلا يُعصى ، ويُذكر فلا ينسى ، وأن يُشكر فلا يُكفر
“Maksud ayat tersebut adalah Allah itu ditaati, tidak bermaksiat pada-Nya. Allah itu terus diingat, tidak melupakan-Nya. Nikmat Allah itu disyukuri, tidak diingkari.” (HR. Al Hakim secara marfu’, namun mauquf lebih shahih).
Yang dimaksud bersyukur pada Allah adalah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.
Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat Allah dengan hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya dilakukan hanya untuk meraih pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi. (Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 397-402)
No comments:
Post a Comment